Oleh: Nurjanah

🧑‍💼 Identitas Penulis

Dr. Nurjanah
Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Scopus ID: 58133307800
Sinta ID: 5989333
Kismi Mubarokah, S.KM., M.Kes (Editor)
Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Sinta ID: 6144413

Era Digital, Siapa yang Mengendalikan Pikiran Kita?

 

Di tengah era digital yang berkembang pesat, media memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap masyarakat Indonesia. Menurut Global Digital Report Januari 2025, sebanyak 212 juta penduduk Indonesia telah menggunakan internet (setara 74,6% dari populasi), dan 143 juta di antaranya aktif di media sosial. Dengan akses informasi yang begitu besar, masyarakat—terutama anak muda—menjadi sangat rentan terhadap berbagai pesan, termasuk iklan dan promosi rokok.

 

Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang belum memiliki regulasi tegas tentang pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok di media. Hasilnya, iklan rokok masih dengan mudah ditemukan di media luar ruang, di tempat penjualan, di televisi, bahkan di media sosial yang sering dikonsumsi oleh remaja.

 

Apa Itu Media Literacy dan Mengapa Penting dalam Melawan Iklan Rokok?

 

Media literacy atau literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan media dalam berbagai bentuk dan konteks. Dalam konteks iklan rokok, literasi media bertujuan agar masyarakat, khususnya generasi muda, mampu memahami dan menyikapi iklan secara kritis.

 

Salah satu bentuk iklan yang patut diwaspadai adalah subliminal advertising, yaitu satu teknik pemasaran yang menggunakan pesan-pesan halus yang tertanam dalam media seperti gambar, teks, video, atau audio, untuk mempengaruhi pikiran dan perilaku konsumen tanpa mereka sadari. Berbeda dengan iklan biasa yang mengandalkan pesan eksplisit dan persuasif, subliminal advertising bekerja di tingkat bawah sadar, yang lebih kuat, lebih sulit untuk dikontrol, dan dapat memiliki efek yang lebih dalam dan tahan lama daripada iklan biasa. Produk rokok, baik rokok biasa maupun rokok elektronik banyak menggunakan teknik ini dalam iklannya untuk membentuk citra keren, modern, dan menggoda—terutama bagi remaja.

Model Literasi Media untuk Melawan Iklan Rokok

 

Menurut Livingstone (2004) dan Primack (2006), literasi media dalam konteks iklan rokok meliputi tiga aspek penting:

 

  1. Author and Audience (AA)
    • Pembuat pesan membuat iklan melalui media untuk keuntungan atau untuk mempengaruhi
    • Pembuat iklan memilih target khusus
  2. Messages and Meanings (MM)
    • Iklan memiliki nilai dan sudut pandang tertentu
    • Orang yang berbeda akan menafsirkan pesan dalam iklan secara berbeda
    • Iklan mempengaruhi sikap dan perilaku
    • Berbagai teknik produksi digunakan untuk membuat iklan
  3. Reality and Representation (RR)
    • Iklan menutupi kenyataan yang sesungguhnya
    • Iklan memiliki maksud tersembunyi

Melalui pemahaman model ini, audiens—khususnya remaja—dapat membongkar niat tersembunyi di balik pesan yang disampaikan dalam iklan rokok.

 

Mengapa Remaja Harus Melek Media?

 

Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat literasi media seseorang, semakin kecil kemungkinannya untuk memiliki niat merokok di masa depan. Intervensi berbasis sekolah, media daring, hingga permainan edukatif telah terbukti efektif dalam mengurangi ketertarikan remaja terhadap produk tembakau.

 

Remaja harus menyadari bahwa industri rokok secara sengaja menjadikan mereka sebagai target pasar utama. Iklan yang menggambarkan gaya hidup penuh keberanian, kebebasan, dan petualangan sebenarnya adalah bentuk manipulasi untuk membentuk persepsi positif terhadap produk berbahaya.

 

Berikut adalah pemikiran kritis yang perlu dimiliki remaja ketika melihat iklan rokok:

 

  1. Industri rokok membuat iklan rokok untuk keuntungan dengan cara mempengaruhi orang membeli dan merokok.
  2. Industri rokok mempunyai target market yang spesifik, terutama menyasar anak muda sebagai konsumen loyal dalam jangka panjang.
  3. Unsur yang ditampilkan dalam iklan rokok seperti glamor, keberanian, popularitas, rasa ingin tahu, dsb, sebenarnya mengandung pesan tersembunyi yaitu mengajak audiens untuk berpersepsi bahwa merokok adalah hal yang normal bahkan baik.
  4. Iklan rokok menutupi realitas bahwa rokok adalah produk yang tidak sehat, berbahaya, dan membuat kecanduan.

 Media Literacy sebagai Benteng Generasi Muda

 

Melalui edukasi literasi media yang terintegrasi di sekolah dan komunitas, anak-anak dan remaja dapat belajar mengenali manipulasi media dan meresponsnya secara kritis. Hal ini sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan promosi rokok dalam bentuk apa pun.

 

Remaja harus dilatih untuk tidak hanya menjadi konsumen media, tetapi juga menjadi pembaca yang cerdas dan kritis. Dengan begitu, mereka dapat menolak dijadikan sasaran empuk oleh industri rokok dan memilih gaya hidup sehat yang lebih baik.

 

Jangan Biarkan Mereka Memilihkan Masa Depan Kita

 

Dalam dunia yang penuh dengan pesan-pesan media yang memikat dan terkadang menyesatkan, kemampuan untuk berpikir kritis terhadap informasi yang diterima menjadi sangat penting. Media literacy bukan sekadar kemampuan teknis, tetapi juga sikap untuk tidak mudah terbujuk oleh kemasan indah yang menyimpan risiko kesehatan besar.

Melindungi anak muda dari pengaruh negatif iklan rokok bukan hanya tugas pemerintah dan sekolah, tetapi juga tugas kita bersama sebagai masyarakat yang peduli terhadap masa depan generasi penerus.