Oleh: Respati Wulandari

🧑‍💼 Identitas Penulis

Dr. Respati Wulandari, M.Kes
Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Scopus ID: 6716823
Sinta ID: 56099869800
Aprianti, S.KM., M.Kes (Editor)
Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Sinta ID: 6742392

Slice of life…

Hari itu Dita sedang duduk di kamar kosnya, menatap layar laptop yang penuh tugas kuliah. Tangannya tanpa sengaja menyentuh leher. Ada benjolan kecil, keras, tapi tidak sakit. “Ah, paling cuma bengkak biasa,” pikirnya. Ia mengabaikannya — seperti banyak orang lain yang memilih menunda periksa kesehatan.

 Waktu berjalan. Tiga bulan kemudian, benjolan itu membesar. Napasnya mulai terasa berat, tubuhnya mudah lelah. Akhirnya ia memberanikan diri ke dokter. Kata yang keluar dari mulut dokter membuat jantungnya berhenti sejenak: kanker stadium lanjut.

 Dita menangis. Bukan hanya karena takut, tapi juga menyesal. “Kalau saja saya tahu lebih cepat… kalau saja saya periksa lebih awal…”

 Sayangnya, penyesalan seperti ini bukan hanya milik Dita. Banyak orang baru mencari pertolongan ketika kanker sudah berkembang, padahal peluang sembuh akan jauh lebih besar jika terdeteksi sejak awal.

 Kanker (Tidak) Memilih Usia

Kanker pada dasarnya adalah pertumbuhan sel tubuh yang tidak terkendali dan bisa merusak jaringan di sekitarnya. Sel-sel ini terus berkembang tanpa kontrol, sehingga membentuk benjolan atau tumor. Kalau sudah berkembang, bisa menular ke bagian tubuh lain, itulah yang bikin kanker berbahaya.

Sering kali, kanker mulai tumbuh tanpa gejala yang jelas, jadi banyak orang baru tahu saat sudah kronis. Makanya, deteksi dini itu kunci! Mendeteksi sejak awal bisa mencegah kanker berkembang parah dan meningkatkan keberhasilan pengobatan.

Banyak orang mengira kanker hanya menyerang usia lanjut. Faktanya, penyakit ini bisa muncul di usia berapa pun — termasuk pada masa muda ketika seseorang sibuk kuliah, bekerja, atau mengejar mimpinya. Beberapa jenis kanker seperti payudara, leher rahim, dan limfoma tercatat menyerang kelompok usia di bawah 40 tahun. Menurut GLOBOCAN 2020, hampir 30% kasus kanker payudara di Indonesia terjadi pada perempuan usia di bawah 40 tahun. Memahami gejala awal dan faktor risikonya menjadi langkah penting untuk mencegah keterlambatan diagnosis.

Data global juga menunjukkan tren peningkatan kasus kanker pada usia produktif. Di Indonesia, GLOBOCAN 2020 melaporkan hampir 400 ribu kasus baru pada tahun tersebut, dan sebagian di antaranya terjadi pada anak muda yang baru menyadari penyakitnya ketika sudah memasuki stadium lanjut.

Sebuah Aplikasi di Genggaman Teman Deteksi Dini

Beberapa waktu lalu, Dita menemukan Oncodoc — aplikasi buatan Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik (PERHOMPEDIN) bersama Universitas Dian Nuswantoro. Aplikasi ini dirancang untuk membantu deteksi dini enam jenis kanker: paru, payudara, leher rahim, usus besar, prostat, dan limfoma.

Cara kerjanya sederhana: pengguna menjawab serangkaian pertanyaan tentang gejala dan faktor risiko. Dalam hitungan menit, hasil skrining risiko akan muncul di layar ponsel. Jika risikonya tinggi, aplikasi memberikan saran langkah selanjutnya, termasuk opsi untuk berkonsultasi langsung dengan dokter.

Penelitian tentang Oncodoc mengungkap fakta menarik: dari 677 responden, hampir 79% adalah anak muda usia 17–25 tahun, mayoritas mahasiswa. Generasi ini lahir di era digital — terbiasa menggunakan teknologi, cepat beradaptasi, dan mencari cara praktis untuk memecahkan masalah, termasuk urusan kesehatan.

Tren ini sejalan dengan perkembangan global m-health, di mana aplikasi kesehatan terbukti mampu meningkatkan kesadaran deteksi dini pada kelompok berisiko, sangat sesuai untuk karakteristik remaja yang tidak suka mengakses layangan kesehatan secara langsung, praktik mengggunakan aplikasi di genggaman.

Literasi Kesehatan Digital sebagai kunci

Untuk benar-benar bermanfaat, dibutuhkan literasi kesehatan digital — kemampuan mencari, memahami, dan menggunakan informasi kesehatan dari sumber digital untuk membuat keputusan yang tepat.

Dalam konteks Oncodoc, literasi ini mencakup tiga hal penting:

  • Memahami pertanyaan skrining, termasuk istilah medis yang digunakan.
  • Menafsirkan hasil risiko dengan benar.
  • Mengetahui langkah yang harus diambil setelahnya.

Artinya, pengguna Oncodoc tidak hanya mengisi kuesioner, tetapi juga mengerti makna dari hasil skrining yang didapat dan tahu langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Tanpa literasi kesehatan digital yang memadai, informasi dari internet bisa saja salah dimaknai — misalnya, menganggap hasil risiko tinggi tidak serius karena tidak ada gejala, atau merasa aman sepenuhnya dari hasil risiko rendah — dan kesempatan deteksi dini pun terlewat untuk perlu mengakses layanan kesehatan atau melakukan tindakan – tindakan pencegahan.

Bagaimana Pendapat Generasi Muda tentang Oncodoc?

Oncodoc hadir sebagai aplikasi berbasis mobile health (m-health), yang diciptakan untuk membantu masyarakat mengenali risiko kanker secara mudah dan mandiri. Gak perlu repot ke rumah sakit dulu, kamu tinggal buka aplikasi, lalu jawab beberapa pertanyaan sederhana tentang kondisi dan gejala yang kamu alami.

Banyak pengguna muda memuji Oncodoc:

“Bisa deteksi cepat tanpa harus ke rumah sakit.” “Mudah dipakai, bahkan untuk orang tua saya.”

Namun, ada juga masukan: tampilan dianggap terlalu polos dan beberapa istilah medis terasa membingungkan. Kritik ini menjadi pengingat bahwa meski generasi muda melek teknologi, belum tentu mereka melek kesehatan sehingga perlunya literasi kesehatan untuk mengimbangi literasi teknologi anak muda.

Penelitian yang dilakukan Respati Wulandari menguatkan hal ini. Penelitian menghasilkan skor 70,88 — menurut standar internasional tergolong “layak” dan sedikit di atas rata-rata skor untuk penilaian aplikasi kesehatan global (68–70). Meski demikian, masukan dari pengguna menegaskan perlunya penyederhanaan bahasa dan perbaikan tampilan agar aplikasi lebih ramah, tidak hanya bagi anak muda tetapi juga semua lapisan usia.

Kenapa Penting Deteksi Dini dengan Oncodoc?

Dalam banyak kasus, kanker yang diketahui lebih awal bisa diobati dengan lebih efektif dan tidak perlu prosedur yang kompleks. Deteksi dini menghindarkan kita dari kondisi yang berat dan risiko kematian yang tinggi.

Oncodoc memudahkan proses itu dengan edukasi yang tepat sasaran, dilengkapi dengan visual dan bahasa yang ringan. Pengguna jadi tidak cuma tahu gejala, tapi juga mengerti betapa pentingnya memantau kesehatan secara rutin

Semua orang perlu peduli dengan risiko kesehatannya, termasuk soal kanker. Oncodoc cocok banget buat kamu yang pengen mulai peduli kesehatan lebih mudah tanpa harus langsung ke dokter. Bisa juga jadi alat bantu keluarga untuk saling mengingatkan pentingnya pemeriksaan.

Kalau kamu mulai merasa ada tanda yang aneh di tubuh, cek dulu lewat Oncodoc. Ini langkah awal yang keren buat jaga kesehatan secara sadar dan mandiri tanpa ribet.

Penutup: Dari Jari, Sehat di Cari

 Dita berharap ia bisa memutar waktu, kembali ke hari saat benjolan itu pertama muncul. Tapi waktu tidak bisa kembali. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah berbagi cerita, agar orang lain tidak mengalami penyesalan yang sama.

 Teknologi seperti Oncodoc memberi kesempatan untuk tahu lebih awal.

 “Dalam melawan kanker, waktu adalah senjata. Mereka yang bersiap sejak awal punya peluang menang; mereka yang terlambat, seringkali hanya punya penyesalan.”

Link Artikel : https://journal.waocp.org/article_90407.html