Oleh: Enny Rachmani
🧑💼 Identitas Penulis
|
Enny Rachmani, S.KM., M.Kom., Ph.D Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Scopus ID: 56028667400 Sinta ID: 8836 |
|
Aprianti, S.KM., M.Kes (Editor) Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Sinta ID: 6742392 |
Transformasi digital di bidang kesehatan mengalami percepatan pesat selama pandemi Covid-19. Salah satu inovasi yang paling dirasakan masyarakat adalah aplikasi PeduliLindungi, yang awalnya berfungsi sebagai alat pelacakan dan pengendalian pandemi. Seiring berakhirnya status pandemi, aplikasi ini resmi bertransformasi menjadi SatuSehat Mobile, sebuah aplikasi catatan kesehatan pribadi yang diharapkan menjadi pusat data kesehatan masyarakat Indonesia.
Di atas kertas, SatuSehat Mobile menjanjikan kemudahan: riwayat vaksinasi, rekam medis, hingga integrasi data laboratorium bisa diakses dalam satu genggaman. Namun, kesiapan masyarakat untuk menggunakannya tidak hanya bergantung pada ketersediaan teknologi, tetapi juga pada literasi kesehatan dan literasi kesehatan digital—dua faktor yang terbukti mempengaruhi keberhasilan penggunaan aplikasi kesehatan di berbagai negara.
Siapkah Masyarakat Memanfaatkan SatuSehat Mobile secara Optimal?
Penelitian yang melibatkan 300 responden dari tiga rumah sakit umum di Kota Semarang menemukan bahwa hampir seluruh responden memiliki smartphone dan pernah mengakses internet. Meski demikian, tingkat penggunaan aplikasi kesehatan ternyata sangat bervariasi.
Penelitian menggunakan alat ukur, untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kesiapan masyarakat dalam memanfaatkan SatuSehat Mobile. Alat ukur pertama menggunakan Indeks Literasi Kesehatan (HLS-EU-SQ10-IDN) untuk mengukur kemampuan individu dalam mengakses, memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi kesehatan, yang menjadi dasar penting dalam memanfaatkan fitur aplikasi secara tepat. Alat ukur kedua adalah (Digital Health Literacy Competencies for Citizen / DHLC) digunakan untuk menilai keterampilan teknis dan kognitif dalam mencari, menilai, serta mengaplikasikan informasi kesehatan melalui media digital, yang sangat relevan dengan penggunaan aplikasi berbasis teknologi.
Literasi kesehatan adalah kemampuan seseorang untuk mengakses, memahami, dan menggunakan informasi kesehatan guna membuat keputusan yang tepat. Studi ini menunjukkan bahwa literasi kesehatan merupakan faktor paling utama yang mempengaruhi intensitas penggunaan aplikasi. Hasil studi menyebutkan bahwa responden dengan literasi kesehatan “rendah” jarang memanfaatkan aplikasi. Sedangkan mereka yang berada di tingkat “expert” justru cenderung menggunakannya secara rutin.
Sedangkan Literasi Kesehatan Digital (Digital Health Literacy) mencakup kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menerapkan informasi kesehatan yang ditemukan di media digital. Hampir seluruh responden memiliki smartphone dan pernah menggunakan internet, yang menandakan tingkat akses teknologi yang sangat tinggi. Tingkat literasi digital yang tinggi membantu pengguna memahami fitur aplikasi dan mengintegrasikannya dalam aktivitas sehari-hari. Hasil penelitian menunjukan, responden laki-laki sedikit lebih sering memanfaatkan internet dibandingkan perempuan dalam studi ini. Sembilan dari sepuluh laki-laki menggunakan internet untuk hiburan dan komunikasi. Tujuh dari sepuluh untuk mencari informasi kesehatan, menunjukkan bahwa penggunaan internet telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam konteks kesehatan.
Hasil penelitian Rachmani menunjukkan. —Dari segi usia, kelompok responden berumur 21–40 tahun tercatat sebagai pengguna paling aktif. Berdasarkan tingkat pendidikan, lulusan pendidikan tinggi di bidang kesehatan cenderung lebih sering memanfaatkan aplikasi dibandingkan lulusan non-kesehatan. Literasi kesehatan juga menjadi faktor penting, di mana ennam dari sepuluh responden dengan tingkat literasi “ahli” rutin menggunakan aplikasi, sedangkan mereka yang berada pada kategori “tidak memadai” hampir tidak pernah menggunakannya. Selain itu, literasi kesehatan digital turut memengaruhi pola penggunaan; responden dengan tingkat “ahli” atau “lanjutan” memiliki frekuensi penggunaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok “pemula”.
Model prediksi yang dikembangkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat penggunaan aplikasi secara berurutan adalah literasi kesehatan, literasi kesehatan digital, pendidikan, dan gender. Model ini memiliki akurasi sebesar 64,7%, yang dinilai cukup baik untuk memahami pola penggunaan aplikasi di masyarakat. Temuan menarik dari analisis ini adalah adanya pola unik, di mana responden dengan literasi kesehatan yang tergolong bermasalah tetap dapat aktif menggunakan aplikasi apabila memiliki literasi kesehatan digital pada tingkat expert dan berpendidikan tinggi. Selain itu, lulusan non-kesehatan juga dapat menjadi pengguna aktif jika memiliki literasi kesehatan digital yang tinggi.
Tantangan dalam penggunaan aplikasi SatuSehat Mobile di Kota Semarang. Pertama, terdapat kesenjangan literasi, di mana tidak semua masyarakat memahami manfaat aplikasi ini di luar fungsi yang pernah dijalankan saat pandemi. Kedua, persepsi manfaat penggunaan aplikasi masih terbatas. Sebagian penggunaan hanya ketika diperlukan untuk keperluan administrasi, bukan sebagai alat pemantauan kesehatan sehari-hari. Ketiga, isu keamanan data menjadi hambatan signifikan, karena kekhawatiran terkait privasi dan potensi kebocoran informasi pribadi membuat sebagian masyarakat enggan memanfaatkannya secara optimal.
Artinya, sebelum pemerintah menggelontorkan kampanye besar-besaran untuk penggunaan SatuSehat Mobile, diperlukan Program peningkatan literasi kesehatan yang terintegrasi di layanan primer, sekolah, dan masyarakat. Diperlukan juga pelatihan literasi digital yang praktis, seperti panduan menggunakan aplikasi untuk mengakses hasil pemeriksaan atau memesan layanan kesehatan. Selain itu lebih perlu kampanye tentang manfaat aplikasi dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat perkotaan yang sibuk.
Membangun “Kebiasaan Digital Sehat” pada Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perlu menggunakan SatuSehat Mobile karena aplikasi ini dirancang untuk memudahkan akses informasi kesehatan kapan saja dan di mana saja. Melalui aplikasi ini, pengguna dapat melihat riwayat vaksinasi, hasil pemeriksaan laboratorium, rekam medis, dan berbagai layanan kesehatan lainnya dalam satu platform. Kemudahan ini bukan hanya membantu dalam pengelolaan kesehatan sehari-hari, tetapi juga mempersingkat proses administrasi saat berobat, mengurangi risiko kehilangan dokumen medis, dan meningkatkan koordinasi informasi antar fasilitas kesehatan. Dengan informasi yang terpusat, masyarakat dapat lebih cepat mengambil keputusan yang tepat terkait kondisi kesehatannya.
Tantangan terbesar bagi pemerintah bukan lagi sekadar membuat aplikasi yang canggih, tetapi membangun kebiasaan digital sehat di masyarakat. Di kota besar seperti Semarang, warga sudah terbiasa menggunakan aplikasi transportasi, belanja daring, dan pembayaran digital. Tantangannya adalah memposisikan SatuSehat Mobile di level yang sama pentingnya dengan aplikasi-aplikasi tersebut.
Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan perlu menjadikan aplikasi relevan setiap hari — misalnya, fitur pengingat minum obat atau integrasi dengan asuransi kesehatan, mendorong insentif penggunaan — potongan biaya layanan atau antrean prioritas bagi pengguna aktif, serta perlu menguatkan kepercayaan publik — melalui transparansi pengelolaan data dan keamanan sistem.
Jika strategi ini dilakukan konsisten, bukan tidak mungkin SatuSehat Mobile menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan yang peduli kesehatan. Namun, tanpa peningkatan literasi dan edukasi berkelanjutan, aplikasi ini berisiko menjadi sekadar ikon teknologi yang jarang disentuh setelah diunduh.
Kesiapan warga Semarang—dan mungkin kota lain di Indonesia—menggunakan SatuSehat Mobile bukan semata masalah teknologi. Faktor literasi kesehatan dan literasi digital adalah kunci yang harus dibenahi terlebih dahulu. Bagi masyarakat perkotaan, aplikasi ini berpotensi untuk pengelolaan kesehatan pribadi, asalkan diiringi dengan peningkatakan literasi kesehatan dan literasdi digital serta kepercayaan public kepada pemenrintah tentang isu keamana data digital.

Recent Comments