Seminar Daring ke-2 AHLA dengan tema TB ditengah Pandemi COVID-19

Seminar Daring dengan tema “TB di tengah Pandemi Covid-19” telah sukses diselenggarakan oleh AHLA (Asian Heath Literacy Association) Indonesia pada tanggal 28 Mei 2020.  Narasumber pada seminar daring kali ini ialah dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P (Spesialis Paru RSUP. RS. Karyadi, PPTI Jateng), Diky Kurniawan Leonardo

(Semar Jawa Tengah) dan Dani Miarso, S.KM (Kasi P2PML Dinas Kesehatan Kota Semarang). Seminar daring menggunakan media google meet. Moderator pada seminar daring ini adalah Dr. MG. Catur Yuantari S.KM., M.Kes (Kaprodi S1 Kesehatan Masyarakat Udinus).

dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P

dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P menerangkan Covid-19 dan Tuberkulosis

Avissena Dutha Pratama. SP.P mengawali seminar daring dengan topik Covid-19 dan Tuberkulosis. Penularan Covid-19 yang utama ialah melalui Droplet. Penularan melalui droplet ini dapat melalui penularan langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung ialah jika pasien langsung memercikan droplet nya (ketika batuk/bersin) kepada orang yang ada disekitarnya dengan jarak 1-2 meter. Penularan tidak langsung ialah jika droplet pasien jatuh dipermukaan benda, kemudian ada yang memegang benda tersebut dan memegang wajah (mata, hidung dan mulut) tanpa mencuci tangan. Penularan melalui udara juga dapat terjadi, namun kejadian tersebut hanya terjadi pada kasus-kasus tertentu di rumah sakit. Pada Covid-19, gejala yang ditimbulkan yaitu gejalan ringan (80%), gejala berat (15 %) dan gejala kritis (15%). Karena Covid-19 memiliki gejala ringan namun jumlahnya cukup banyak maka Kemenkes membuat pendekatan penemuan kasus yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu Orang dalam Pengawasan , Pasien dalam Pemantauan dan Orang tanpa Gejala.

Orang Tanpa Gejala (OTG) merupakan seseorang yang tanpa gejala namun memiliki resiko tertular dari orang konfirmasi Covid-19. OTG memiliki kontak erat dengan orang konfirmasi Covid-19. Kontak erat disini ialah petugas kesehatan yang tidak menggunakan APD sesuai standar, orang yang berada satu ruangan dengan orang konfirmasi Covid-19 serta orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis transportasi. Orang Dalam Pemantauan (ODP) merupakan seseorang yang telah memiliki gejala dan memiliki riwayat perjalanan ke zona merah Covid-19. Pasien dalam Pengawasan (PDP) memiliki definisi yang hampir sama dengan ODP, namun memiliki gejala yang lebih berat seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan Pneumonia Berat.

PCR Swab sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa seseorang telah terkonfirmasi Covid-19 atau tidak. OTG, ODP dan PDP seharusnya dilakukan pemeriksaan melalui PCR Swab. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 yaitu menggunakan masker, menjaga jarak sejauh 1 meter, mencuci tangan, jangan menyentuh wajah apabila tidak yakin bahwa tangan telah bersih, membersihkan benda-benda yang berpotensi menularkan (seperti gagang pintu), penerapan etika batuk.

Kemudian, dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P menjelaskan mengenai Tuberkulosis (TB). TB berbeda dengan Covid-19, TB disebabkan oleh Bakteri sedangkan Covid-19 disebabkan oleh virus. Penularan juga memiliki kesamaan yaitu melalui droplet. Indonesia menjadi negara ketiga di dunia dengan kasus TB terbanyak setelah India dan China. Petugas kesehatan memiliki resiko tertinggi tertular TB. Daya tahan tubuh juga berpengaruh terhadap kemungkinan untuk tertular TB. Gejala yang paling sering ditemukan yaitu Batuk yang berkepanjangan. Pemeriksaan menggunakan BTA hanya memiliki resiko kesalahan sebanyak 2 % sedangkan pemeriksaan menggunakan Rontgen memiliki resiko kesalahan sebanyak 50 %.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pencegahan TB yaitu pengendalian Manajerial (komitmen pimpinan dalam mendukun program tb), pengendalian Administratif (Temukan Pasien secepatnya, Pisahkan secara aman dan Obati), Pengendalian Lingkungan dan Pengendalian Perlindungan Diri.   dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P menutup pemaparan materi dengan harapan bahwa kebiasaan yang baik untuk perduli dengan kesehatan akan mengurangi kasus TB ataupun Covid-19.

Kebersihan tangan, menggunakan masker, penempatan pasien TB, etika batuk adalah beberapa kewaspadaan standart yang dapat diterapkan oleh Pasien atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk mengurangi resiko penularan TB. Deteksi dini di fasilitas pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan pada kasus TB ataupun Covid-19. Pada pasien TB di masa Pandemi dapat mengurangi kontrol di Rumah Sakit karena memiliki resiko tertular. Pemberian Obat jangka panjang untuk pasien TB dapat dilakukan untuk mengurangi angka kunjungan ke Rumah Sakit.

 

Diky Kurniawan Leonardo

Diky Kurniawan Leonardo Membahas Dukungan untuk Pasien TBC MDR di Masa Pandemi

Pembicara selanjutnya ialah Diky Kurniawan Leonardo dari Semar Jawa Tengah. Topik yang dibahas ialah Dukungan yang diperlukan Pasien TBC MDR di Masa Pandemi . Pembicara membuka topik pembahasan dengan memperkenalkan komunitas relawan bernama Semar Jawa Tengah. Semar merupakan kepanjangan dari Semangat Membara Berantas Tuberkulosis. Semar beranggotakan para relawan yang memiliki kesamaan tujuan dalam pemberantasan Tuberkulosis. Mereka yang pernah mengalami pahitnya menanggung resiko sebagai Pasien TB akhirnya membentuk perkumpulan untuk bisa survive dari penyakit tersebut. Semar telah Meningkatkan kesadaran bahwa TB MDR dapat disembuhkan. Semar terbentuk pada 11 April 2014, dan memiliki anggota sebanyak 9 orang. Namun sekarang Semar telah memiliki 25 anggota yang tersebar pada beberapa daerah di Jawa Tengah. Kesulitan mencari relawan juga menjadi beberapa kendala dalam keberlangsungan organisasi Semar saat ini. Jumlah relawan tidak menjadikan organisasi ini tidak termotivasi dalam melaksanakan kegiatannya. Justru, mereka lebih bersemangat dikarenakan menjadi contoh dari pasien TB yang telah terbukti sembuh walaupun melalui pengobatan yang cukup lama. Pasien TB menjadi lebih bersemangat lagi untuk bisa teratur minum obat dikarenakan ada contoh nyata dari mereka-mereka yang ada di Semar.

Beberapa tantangan yang dialami pasien TB di masa pandemi Covid-19 ini ialah kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan, kekhawatiran tertular Covid-19, kesulitan finansial, Kunjungan Pemantauan dan Pendampingan yang selama ini dilakukan oleh Semar masih dilakukan secara langsung, serta di beberapa daerah pasien TB tidak mendapatkan masker yang sesuai dengan standar.

Beberapa Rekomendasi yang diberikan oleh Semar yaitu penyediaan hotline informasi pelayanan konseling untuk pasien TB, memprioritaskan pasien TB Suntik untuk mengakses bantuan langsung tunai atau jaring pengaman sosial, dinas terkait perlu untuk mengeluarkan SOP/Juknis untuk pemantauan pengobatan virtual/ oleh pendamping, Dinas terkait atau Puskesmas dan Rumah Sakit dapat menginformasikan dan berkoordinasi dengan komunitas-komunitas yang ada.

Dani Miarso, S.KM

Dani Miarso, S.KM menjelaskan Perkembangan P2TBC Kota Semarang di Era Pandemi Covid-19

Pembicara terakhir ialah Dani Miarso, S.KM sebagai Kasi P2PML Dinas Kesehatan Kota Semarang. Topik bahasan yang disampaikan ialah Perkembangan P2TBC Kota Semarang di Era Pandemi Covid-19. Dani Miarso, S.KM membuka pemaparan dengan menyajikan data mengenai penurunan penemuan suspek TB selama Covid-19. Hal ini juga berdampak terhadap penurunan kasus TB, padahal ini tidak menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Kegiatan screening yang terhambat mengakibatkan terdapat penurunan kasus TB di Kota Semarang. Perbandingan kasus TBC yang ditemukan di non-puskesmas (RS, Balkesmas) lebih banyak dari puskesmas yaitu 61,62 %. Sedangkan sebaran kasus TB paling banyak bertempat tinggal di Kecamatan Pedurungan, Tembalang dan Semarang Utara. Angka Notifikasi Semua Kasus (CNR) paling tertinggi berada pada Kecamatan Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu. Berdasarkan perkembangan sebaran TB di Kota Semarang, hanya tertinggal satu kelurahan yang tidak memiliki kasus TB (hingga 29 Oktober 2019). Kelurahan dengan jumlah kasus TB terbanyak yaitu Sendangmulyo (80 kasus), Tanjungmas (79 kasus) dan Muktiharjo Kidul (76 kasus)

Terdapat beberapa fakta menarik yang disajikan oleh Dani Miarso, S.KM. Status Ekonomi para penderita TB berasal dari kategori sederhana dengan nilai  66%. Kemudian berdasarkan kategori pekerjaan, para penderita TB berasal dari mereka yang tidak bekerja sebanyak 22 %. Kondisi Lingkungan berdasarkan Luas Area para penderita TB yang tertinggi berada pada kategori Baik (53%), diikuti kategori Kurang Baik (26%) dan pasien yang tidak mengisi (21%). Kondisi Lingkungan berdasarkan Kebersihan para penderita TB yang tertinggi yaitu dengan Kategori Kebersihan yang Baik (42%). Kondisi Lingkungan berdasarkan Kondisi Lantai para penderita TB yang tertinggi yaitu dengan Kategori Kondisi Lantai yang Baik (61%), .

Dani Miarso, S.KM juga menjelaskan mengenai beberapa perubahan kegiatan TB dalam masa Pandemi Covid-19. Beberapa kegiatan tersebut yaitu Pemberian obat dengan interval waktu lebih panjang, memperkuat reminder kepada pendamping minum obat melalui media sosial, mengatur pelayanan yang tidak pada jam padat pengunjung, mengirimkan obat kepada pasien dengan status orang dalam pengawasan, edukasi tambahan protokol covid-19 untuk penderita TB dan Penderita TB dengan status PDP melanjutkan pengobatan di Rumah Sakit.

Pada sesi terakhir seminar daring ini, peserta diberikan kesempatan untuk bertanya terkait materi yang telah disampaikan oleh ketiga pembicara tersebut. Pertanyaan oleh peserta seminar kemudian langsung dijawab oleh pembicara yang bersangkutan.

Beberapa Pertanyaan diantaranya yaitu apakah Covid-19 sengaja untuk diciptakan (Pramita Jaya asal Boyolali) dan diantara TB serta Covid-19, manakah yang lebih mudah menularkan (Lorensia, BKKBN) ditujukan untuk dr. Avissena Dutha Pratama. SP.P, Jawaban dari pertanyaan pertama yaitu tidak memiliki kompetensi untuk menjawab hal tersebut namun hal paling terpenting adalah terus meningkatkan kewaspadaan dikarenakan telah memasuki masa pandemi, lalu jawaban atas pertanyaan kedua yaitu Covid-19 lebih mudah untuk menularkan dikarenakan disebabkan oleh virus yang dengan cepat melakukan replikasi.

Pertanyaan lainnya ditujukan kepada Diky Kurniawan Leonardo oleh Ria Heriyani yaitu Apakah Semar hanya beranggotakan alumni pasien TB?. Jawaban atas pertanyaan tersebut ialah Semar tidak hanya beranggotakan alumni pasien TB, namun telah berkembang dari beberapa orang seperti praktisi, para relawan HIV/AIDS, dan yang lain-lain. Saling sharing dan saling membantu adalah konsep yang dibawa oleh Semar dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah dicanangkan.

Pertanyaan untuk Dani Miarso, S.KM yaitu seperti apa kegiatan Surveilans selama masa pandemi?. Jawaban yang langsung diberikan oleh Dani Miarso, S.KM yaitu terdapat beberapa kegiatan surveilans yang terhambat dikarenakan pembatasan aktifitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan / modifikasi kegiatan surveillans yaitu melakukan komunikasi dengan pasien menggunakan whatssapp. Covid-19 juga berdampak terhadap beban kerja yang dialami oleh mereka yang ada di lapangan, mereka yang juga melaksanakan kegiatan, DBD, TB dan HIV.

Seminar daring TB di Tengah Pandemi COVID-19 ditutup oleh moderator Dr. MG. Catur Yuantari S.KM., M.Kes dengan mengutip Mery Riana yaitu “ulat saat menjadi kepompong merasa tidak nyaman, tidak bisa bergerak bebas. Ketika dia merasa hidupnya akan berakhir seperti itu, dia kemudian menjadi kupu-kupu yang lebih indah”