Ibu-Ibu dipandang sebagai manusia superpower di abad 20. Seakan dipandang sebagai Manusia yang bisa  hidup disegala kondisi. Jenis manusia mana yang mampu memikirkan urusan dapur sambil berkendara di jalanan luas hingga lupa memutuskan untuk memilih sein kiri atau kanan ? atau siasat jitu mengakali polisi seperti pada film pendek Tilik yang fenomenal.

Yah, mereka para juara di segala kondisi.

Tapi,

Apakah Ibu-Ibu mampu bertahan ditengah Pandemi Covid-19 ?

sebagaimana tiap manusia yang diberikan porsi takutnya masing-masing. mereka juga takut. Ada yang Takut sekali, dan ada yang takut berkali-kali. Sembari berharap, agar masalah lekas selesai.

“Jauhi penyakitnya, bukan manusianya”.  Jawaban ajaib dari salah satu Ibu yang diwawancarai. Harapan yang tidak selesai menjadi harapan, namun menjadi tindakan untuk saling menguatkan kepada sesama.

Yang sakit, tetaplah dirumah. Kita bantu kebutuhan makanan. Tapi, dirumah saja.

Ajaib kan ? Prinsip gotong royong yang tidak hanya selesai menjadi pelajaran sejarah.

“ Menerapkan protokol kesehatan itu pelajaran TK, sudah ada sejak saya kecil “ Jawaban lain dari Ibu-Ibu  yang seakan menampar mereka yang baru kemarin sore belajar cara cuci tangan yang benar namun tetap curi cara untuk berdekat-dekatan.

Kadang kita lupa, bahwa hidup dimulai dari ketulusan hati seorang Ibu. Yang sedikit bencinya, banyak cintanya.

Wawancara dilakukan dengan sangat bersahabat oleh saudara Almen Sestu Harefa selaku Volunteer Ahla Udinus dan dengan kerjasama apik antara Ahla Udinus, Udinus dan Persakmi.

Link Website Ahla Udinus : https://ahla-indonesia.dinus.ac.id