Tahun 2020 beberapa isu kesehatan masih sangat diperhatikan oleh Kemenkes. Salah satunya masalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama Stunting. Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Presiden dalam pelantikan Kabinet Indonesia Maju 2020-2024 bahwa perhatian pemerintah dalam kurun lima tahun mendatang diprioritaskan pada pembangunan Sumber Daya Manusia.

Kaitan Stunting dengan kualitas SDM

Stunting atau kondisi gagal tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan otak balita, membuatnya tak ada daya saing saat dewasa. Sebagai contoh seorang balita perempuan yang mengalami stunting maka disaat dewasa akan menjadi ibu yang memiliki resiko melahirkan bayi dengan gizi buruk. Hal ini akan terus berulang sehingga mempengaruhi produktifitas dan pertumbuhan ekonomi dalam suatu bangsa. Jika prevalensi stunting tidak segera ditekan maka akan semakin banyak dimasa yang akan datang. Angka anak stunting ketika dewasa juga memiliki pengaruh besar saat mendapatkan pekerjaan,ia cenderung memiliki pendapatan yang lebih rendah daripada anak yang tidak stunting.

Mengenali Stunting

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO. Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk. Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian.

 

 

Target WHO

WHO menetapkan target balita stunting di bawah angka 20 persen. Indonesia masih di bawah target, tahun 2018 ada 30,8 persen balita yang mengalami stunting. Tahun 2019 ini prevalensinya turun menjadi 27,67 persen bila merujuk pada Survei Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Selama lima tahun ini Kemenkes sudah bisa menurunkan stunting sekitar 15% dan tinggal 12%. Angka stunting bisa menurun dengan baik karena ada kerja sama untuk promotif dan preventif.

 

Mencegah lebih baik

Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa. Untuk mengatasi masalah stunting ini Kementerian Kesehatan dengan dukungan Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I), melalui Program Hibah Compact Millennium Challenge Corporation (MCC) melakukan Kampanye Gizi Nasional Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Salah satu intervensi dalam program PKGM adalah tentang perubahan perilaku masyarakat, yang dilakukan dalam program Kampanye Gizi Nasional (KGN). Program KGN dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, seperti melakukan aktifasi posyandu-posyandu dan pemberian pengetahuan tentang gizi anak, mulai dari makanan apa saja yang boleh untuk bayi di atas enam bulan, bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak yang harus diberikan, termasuk pengetahuan pentingnya ASI Eksklusif.